Satu Tetes Air Mata Untuk Lahat, Sangat Berharga Di Mata Tuhan.
Berada di atas Gunung Dempo Pagar Alam. Credit: Koleksi pribadi. |
Hari itu, terasa tubuh saya kesakitan, entah kenapa. Saya coba baringkan buat istirahat dari rasa kelelahan selama berada dalam perjalanan kereta api menuju kota Lahat. Hari itu saya ditugaskan berangkat keluar kota untuk pekerjaan kantor.
Kendati badan terasa pegal dan sakit tetapi tetap mencoba menikmati perjalanan hari ini. Bagiku harus ada sesuatu yang berharga yang saya dapatkan dari perjalanan kali ini. Perjalanan ini sejatinya urusan kerja. Namun demikian, saya berusaha mengambil keuntungan dari situ tanpa menghilangkan sisi pekerjaan saya, volume bekerja saya karena saya digaji dari profesional kerja dan makan dari situ juga.
Bebebapa rekaman video sempat saya kumpulkan sebagai kenangan-kenangan bila suatu saat saya sudah berhenti bekerja dari perusahaan ini, saya pasti membutuhkan momen-momen itu. Sejak setahun yang lalu, memang saya mengutarakan kerinduan hati saya kepada Tuhan untuk bisa melayani Tuhan dengan lebih baik. Dan cara saya untuk bisa merealisasikan itu hanya ketika saya berhenti bekerja. Maklum, waktu saya banyak tersita disana dan nyaris tidak punya kemerdekaan soal waktu, padahal Indonesia sudah merdeka sudah puluhan tahun yang silam.
Harapan saya, dengan berhenti bekerja, bisa meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk Tuhan, bersekutu dan menyembah Tuhan. Inilah impian saya yang tersirat dan tersurat saat ini. Ketika tulisan ini dimuat, tepat hari pertama saya tiba di kota Lahat memenuhi perintah sebagai utusan kantor.
Saya sudah bersyukur dapat kepercayaan itu namun bagiku panggilan hati lebih mulia apalagi menyangkut urusan pelayanan, melayani Tuhan, bukan? Dari lubuk hati yang paling dalam, saya tidak ingin lagi sebetulnya melakukan tugas-tugas seperti ini. Saya ingin berada dirumah dan pelayanan sambil melakukan bagian dari hobi saya. Menulis. Saya berharap pihak Adsense bisa menerima pinangan saya untuk bekerjasama memasang iklan di blog saya yang onoh (bukan ini). Doain ya teman.
Entahlah....
Saya sudah bersyukur dapat kepercayaan itu namun bagiku panggilan hati lebih mulia apalagi menyangkut urusan pelayanan, melayani Tuhan, bukan? Dari lubuk hati yang paling dalam, saya tidak ingin lagi sebetulnya melakukan tugas-tugas seperti ini. Saya ingin berada dirumah dan pelayanan sambil melakukan bagian dari hobi saya. Menulis. Saya berharap pihak Adsense bisa menerima pinangan saya untuk bekerjasama memasang iklan di blog saya yang onoh (bukan ini). Doain ya teman.
Entahlah....
Jika saya menerima ditugaskan keluar kota itu bukanlah pilihan saya, lebih kepada karena saya masih dalam lingkup kerja dan masih butuh digaji. Kalau dalam hati sebenarnya berat. Kasih saja kepada yang lain. Paling saya senang kalau lagi butuh uang untuk beli sesuatu, saya terima dengan senang hati dan diam seribu bahasa.
Saya mencoba mengekspresikan hidup saya ketika saya tertekan. Misalnya, berpura-pura jadi vlogger, mengunjungi tempat-tempat wisata yang menarik untuk dijadikan sebuah artikel. Itu sisi lain dari pekerjaan saya sekaligus melengkapi perjalanan saya. Kadang-kadang ada rasa tertekan kalau harus berangkat dan meninggalkan keluarga. Tapi apa mau dikata, kalau sudah dipaksa ya terpaksa. Saya bisa menolak ketika saya lagi hamil kala itu. Sekarang, harus ya.
Sesampai di kamar kost-an, saya rebahkan tubuh saya yang sedang dalam kesakitan. Entah kenapa hari itu tubuhku sakit dibagian punggung kanan. Dan bukan karena kecapekan....
Walau berusaha buat mejamkan mata, tapi tidak bisa. Disisi yang berbeda ada kesedihan yang mendalam didalam dadaku.
Sebelum tiba dikamar kost, sang pencari kost-an memberi tahu bahwa kamar yang kami akan tempati sementara selama di luar kota, yang harganya 100 ribu rupiah itu hanya di fasilitasi kipas angin. Hatiku langsung seperti terpukul. Saya tiba-tiba berpikiran, kok kami seolah dianggap sampah? Bukankah enakan dirumah?
Saya tidak kesal jika kamar yang disewa buat kami tidak di fasilitasi AC, tapi setidaknya adalah TV. Toh saya tidak minta kamar yang mewah, karena saya pun di rumah tidak terpasang AC. Tidur pun jarang pakai kipas angin, karena saya tidak tahan udara dingin.
Hati saya masih berat dengan keadaan itu. Tetapi belajar menerima keadaan dan kenyataan. Saya pikir mungkin ada baiknya. Sebab tempat kost-an itu sebuah rumah besar. Saya dan teman kerja yang sama-sama dari Palembang yang tinggal dalam rumah besar itu.
Sudah, saya terima keadaan dengan lapang. Mengingat kembali urusan tulisan saya masih banyak yang mangkrak, mungkin kondisi kost-an ini cocok buat saya melanjutkan tulisan tanpa di ganggu suara TV. Lagi pula kalau kerja, waktunya sering pulang malam, sampai ke kost-an sudah capek dan badan minta segera diistirahatkan.
Saya sudah mencoba tidur, dengan putar sana putar sini tetap tidak bisa. Perasaan sedih sekali....
Saat itu saya seperti merindukan hadirat Tuhan. Lalu saya ingat potongan sebuah ayat Firman Tuhan "jika engkau mendengarkan suara Tuhan Elohimmu pada hari ini" dan saya mulai cari ayat, ada banyak ayat yang muncul dengan kutipan kata kunci tersebut.
Ulangan 27:10 Sebab itu engkau harus mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini."
Tiba-tiba saya ingin sekali bersekutu dengan Tuhan untuk mencurahkan perasanku kepada-Nya. Saya sempat berpikir, saya mau doa, gimana? Ini siang, sekamar dengan teman dari seberang. Tidak tepat rasanya. Bukan apa-apa, tidak konsentrasi kalau ada dia karena belum tentu dia mengerti apa yang kita lakukan. Mana ini meluapkan perasaan, yang ada pasti nangis.
Saya keluar dari kamar. Tujuan sebenarnya untuk mencari sinyal karena internet tidak jalan. Saya menelusuri ruangan itu untuk cari tahu apa yang ada disana. Saya bergeser kearah tengah terus sampai ke ruang tamu. Saya perhatikan satu persatu. Saya mulai berpikir, kalau aku duduk di kursi meja makan, saya kira juga tidak pas. Kalau di ruang tamu, karena seluruh gorden terbuka saya agak was-was. Maklum, rumah itu rumah tinggal sebenarnya, tapi entah kenapa pemilik rumah memilih tinggal disebelah rumahnya yang terpisah dan ukurannya juga kecil. Lagipula rumah itu rumah saudara seberang. Seluruh bagian rumah itu terdapat simbol-simbol khas dari agama mereka. Kalau saya terlihat duduk sambil doa takut terjadi apa-apa. Saya pastikan dulu situasi aman terkendali.
Saya duduk di sofa, saya
memperhatikan disekitar rumah tidak ada aktivitas. Saat semuanya terasa aman, saya duduk lalu berdoa. Pertama kali selama saya ditugaskan setelah berkali-kali keluar kota baru kali ini menagis dihari pertama kunjungan pula. Dan saya sadar air mataku jatuh pertama kali di kota Lahat. Lahat adalah sebuah kabupaten di Sumatera Selatan, jaraknya sekitar 250 km dari Palembang. Jarak tempuh 6 jam perjalanan dan lebih cepat dengan moda transportasi kereta api.
Saat itu saya berpikir, ini seperti sebuah benih. Entah benih apa. Saya bukan seorang penginjil dan bukan pula seorang misionaris. Tapi begitu air mataku jatuh saya sadar ini bagaikan benih berharga. Seperti menancapkan sebuah bendera tanda kemenangan karena berhasil merebut sebuah teritorialnya musuh.
Saya ingat sebuah kesaksian hamba Tuhan, bagaimana mereka sewaktu pembukaan persekutuan doa di sebuah kabupaten yang jaraknya berdekatan dengan Lahat, orang-orang yang tidak menerima Injil ini melakukan penolakan. Hal yang sama bisa saja terjadi. Itulah yang terlintas dipikiran saya.
Setelah saya duduk tenang, saya berpikir inilah sebuah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Didalam sebuah rumah yang bagi orang yang sempat masuk kesana, berkata bahwa rumah itu seram, memang bawaannya, begitulah keadaan rumah itu. Lagi pula rumah itu dibiarkan kosong oleh pemiliknya, tanpa tahu alasannya. Pemilik lebih memilih tinggal di tempat seadanya, hanya sebuah bangunan sederhana.
Positif thinking saja, saya berpikir, mungkin karena pasangan tersebut hanya tinggal berdua saja dirumah karena sudah berhasil mengantarkan anak-anaknya menjadi orang sukses, jadi memilih tinggal ditempat yang sederhana supaya mudah dan ringan merawatnya. Kan kalau sudah tua, tinggal dirumah besar, susah dan capek membersihkannya. Makanya saya dapat pengetahuan, saya tidak perlu rumah mewah nan wah... Kalau saya seumur hidup bisa sewa asisten, ada yang mengurusnya, kalau tidak....?
Siapa yang mengurus? Waktu tua sparepart sudah mulai usang dan kekuatan pun semakin drop. Kaki kita mulai terbatas dan ada yang bahkan terhenti.
Balik lagi,...
Karena suasana merindukan hadirat Tuhan, maka dengan mudah pula masuk dalam hadirat Tuhan. Tess...
Air mata jatuh.....
Suasana hati berubah.... Benih berharga jatuh......
Saya lupa apakah saat itu saya angkat tangan atau tidak....
Saya meminta kepada Tuhan supaya kerajaan Tuhan datang menjamah orang di sekeliling tempat itu.
Satu taburan sudah jatuh ke tanah....
Soal hasil serahkan kepada Yang Empunya Tuaian. Siapa yang Empunya Tuaian? Yesus Kristus, Dialah pemilik Tuaian. Saya berdoa kota ini dituai untuk kemuliaan Tuhan, lahir penyembah yang menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran.
Jujur, saya tidak tahu walau sedikit apalagi banyak tentang kota ini. Dan saya tidak rindu menggalinya atau mencoba mencari potensi yang ada di dalamnya. Yang saya tahu, kota Lahat adalah sebuah kabupaten yang terdiri dari bagian Propinsi Sumatera Selatan. Itu saja. Tetapi begitu saya injakkan kaki saya untuk kedua kalinya di kota ini, saya ada beban, saya percaya Tuhan menginginkan kota ini menyembah Yesus yang hidup. Bagi Pembaca dimanapun berada dan yang ada dan tinggal di Lahat semangat melayani dan jangan berhenti bagi Yesus.
Semoga hati kita juga dipenuhi dengan hati Tuhan yang rindu akan jiwa-jiwa diselamatkan. Mungkin tangisan kita adalah tangisan mereka, dan tangisan mereka adalah tangisan kita juga. Shalom Lahat dan sekitarnya.
Saya keluar dari kamar. Tujuan sebenarnya untuk mencari sinyal karena internet tidak jalan. Saya menelusuri ruangan itu untuk cari tahu apa yang ada disana. Saya bergeser kearah tengah terus sampai ke ruang tamu. Saya perhatikan satu persatu. Saya mulai berpikir, kalau aku duduk di kursi meja makan, saya kira juga tidak pas. Kalau di ruang tamu, karena seluruh gorden terbuka saya agak was-was. Maklum, rumah itu rumah tinggal sebenarnya, tapi entah kenapa pemilik rumah memilih tinggal disebelah rumahnya yang terpisah dan ukurannya juga kecil. Lagipula rumah itu rumah saudara seberang. Seluruh bagian rumah itu terdapat simbol-simbol khas dari agama mereka. Kalau saya terlihat duduk sambil doa takut terjadi apa-apa. Saya pastikan dulu situasi aman terkendali.
Saya duduk di sofa, saya
memperhatikan disekitar rumah tidak ada aktivitas. Saat semuanya terasa aman, saya duduk lalu berdoa. Pertama kali selama saya ditugaskan setelah berkali-kali keluar kota baru kali ini menagis dihari pertama kunjungan pula. Dan saya sadar air mataku jatuh pertama kali di kota Lahat. Lahat adalah sebuah kabupaten di Sumatera Selatan, jaraknya sekitar 250 km dari Palembang. Jarak tempuh 6 jam perjalanan dan lebih cepat dengan moda transportasi kereta api.
Saat itu saya berpikir, ini seperti sebuah benih. Entah benih apa. Saya bukan seorang penginjil dan bukan pula seorang misionaris. Tapi begitu air mataku jatuh saya sadar ini bagaikan benih berharga. Seperti menancapkan sebuah bendera tanda kemenangan karena berhasil merebut sebuah teritorialnya musuh.
Saya ingat sebuah kesaksian hamba Tuhan, bagaimana mereka sewaktu pembukaan persekutuan doa di sebuah kabupaten yang jaraknya berdekatan dengan Lahat, orang-orang yang tidak menerima Injil ini melakukan penolakan. Hal yang sama bisa saja terjadi. Itulah yang terlintas dipikiran saya.
Setelah saya duduk tenang, saya berpikir inilah sebuah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Didalam sebuah rumah yang bagi orang yang sempat masuk kesana, berkata bahwa rumah itu seram, memang bawaannya, begitulah keadaan rumah itu. Lagi pula rumah itu dibiarkan kosong oleh pemiliknya, tanpa tahu alasannya. Pemilik lebih memilih tinggal di tempat seadanya, hanya sebuah bangunan sederhana.
Positif thinking saja, saya berpikir, mungkin karena pasangan tersebut hanya tinggal berdua saja dirumah karena sudah berhasil mengantarkan anak-anaknya menjadi orang sukses, jadi memilih tinggal ditempat yang sederhana supaya mudah dan ringan merawatnya. Kan kalau sudah tua, tinggal dirumah besar, susah dan capek membersihkannya. Makanya saya dapat pengetahuan, saya tidak perlu rumah mewah nan wah... Kalau saya seumur hidup bisa sewa asisten, ada yang mengurusnya, kalau tidak....?
Siapa yang mengurus? Waktu tua sparepart sudah mulai usang dan kekuatan pun semakin drop. Kaki kita mulai terbatas dan ada yang bahkan terhenti.
Balik lagi,...
Karena suasana merindukan hadirat Tuhan, maka dengan mudah pula masuk dalam hadirat Tuhan. Tess...
Air mata jatuh.....
Suasana hati berubah.... Benih berharga jatuh......
Saya lupa apakah saat itu saya angkat tangan atau tidak....
Saya meminta kepada Tuhan supaya kerajaan Tuhan datang menjamah orang di sekeliling tempat itu.
Satu taburan sudah jatuh ke tanah....
Soal hasil serahkan kepada Yang Empunya Tuaian. Siapa yang Empunya Tuaian? Yesus Kristus, Dialah pemilik Tuaian. Saya berdoa kota ini dituai untuk kemuliaan Tuhan, lahir penyembah yang menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran.
Jujur, saya tidak tahu walau sedikit apalagi banyak tentang kota ini. Dan saya tidak rindu menggalinya atau mencoba mencari potensi yang ada di dalamnya. Yang saya tahu, kota Lahat adalah sebuah kabupaten yang terdiri dari bagian Propinsi Sumatera Selatan. Itu saja. Tetapi begitu saya injakkan kaki saya untuk kedua kalinya di kota ini, saya ada beban, saya percaya Tuhan menginginkan kota ini menyembah Yesus yang hidup. Bagi Pembaca dimanapun berada dan yang ada dan tinggal di Lahat semangat melayani dan jangan berhenti bagi Yesus.
Semoga hati kita juga dipenuhi dengan hati Tuhan yang rindu akan jiwa-jiwa diselamatkan. Mungkin tangisan kita adalah tangisan mereka, dan tangisan mereka adalah tangisan kita juga. Shalom Lahat dan sekitarnya.
Post a Comment for "Satu Tetes Air Mata Untuk Lahat, Sangat Berharga Di Mata Tuhan."