Panggil Saja Sampah Karena Aku Bukan Mutiara Ataupun Permata
Katakanlah bahwa aku adalah sampah, Iya, sebelum orang lain mengira itu, aku harus akui bahwa aku setara dengan sampah. Tidak usah berkata bahwa kamu tidak enak hati untuk mengatakan itu sekarang padaku. Memang, saat ini kata "sampah" adalah kata yang paling relevan yang paling ideal untuk mengungkapkan kehinaan seseorang apalagi mungkin untuk aku saat ini. Aku mengibaratkan kehinaan dan keadaan seperti sampah, daripada berspekulasi menyebut mutiara padahal gambaran mutiara itu tidak ada padaku sama sekali saat ini. Saya adalah sampah yang tidak berguna sama sekali. Itu menurutku.
Beberapa hari ini gambaran itu jelas sekali dalam pemikiranku. Semakin aku melihat keberhasilan orang lain semakin pula aku mengoreksi diri aku dan ternyata semakin sadar aku sebenarnya tidak berguna. Mungkin Tuhan akan sedih melihatku berkata demikian. Tapi aku tidak bisa menyembunyikan pengalaman bahwa aku memang tidak berguna.
Suatu waktu aku kagum kepada kebaikan hati seseorang. Dia bukan seorang Kristen. Dia adalah seorang Atheis tetapi hatinya penuh kemuliaan. Dia Tidak mengenal Tuhan, tetapi perbuatannya dalam menolong orang-orang kecil mendorong saya menyebut bahwa dialah orang yang ber-Tuhan. Dia mempraktekkan apa yang pernah Yesus praktekkan selama pelayanan-Nya di dunia ini, menolong orang susah. Dia tidak menyebut dirinya beragama apalagi ber - Tuhan tetapi ia menunjukkan bahwa didalam hatinya ada Tuhan.
Saya, apabila membaca tulisan yang menceritakan tentang kebaikan hati orang itu, sontak membuat saya merasa sedih meronta-meronta. Tiba-tiba saja penderitaanku dan kehinaanku memberontak merasa tidak terima.
Tahukah anda bahwa aku menderita melihat orang dapat berbuat banyak kepada kemanusiaan? Saat kebaikan dilakukan seseorang bagi kemanusiaan saat itu pula perasaanku semakin menyiksa.
Terus terang kemanusiaanku melonjak-lonjak sehingga melahirkan rasa cemburuku. Semakin orang lebih giat lagi membantu sesamanya semakin rasa cemburuku semakin memuncak. Semakin jauh mereka sukses menolong orang lain semakin membuatku semakin terlihat seperti sampah. Itulah sisi manusiaku yang paling hakiki🤪🤪🤪🤪🤪
Inilah kalimat saya tentang orang yang tidak mengenal Yesus itu, tetapi melakukan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, menolong sesamanya:
Entah mengapa setiap kali membaca tentang profil orang yang mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan saya sangat tersentuh. Saya ingin sekali seperti orang itu yang dapat membantu sebanyak mungkin orang, menjawab kebutuhan orang. Saya ingin terlibat didalamnya. Masalahnya entah mengapa kerinduan hanyalah kerinduan yang selalu kunjung datang akan tetap tidak dapat berbuat apa-apa. Rasa miskinku sontak menggeliat menyiksa hidupku. Apa daya nasib tak dikandung badan.
Sakit rasanya, harapan ingin memberi sesuatu pada orang lain yang bisa meringankan beban mereka tetapi tidak bisa. Bukan karena tidak mau tapi memang tidak punya.
Bersyukurlah mereka sudah menjadi manusia seutuhnya dikala mereka berjuang dan mengambil beban orang lain dalam tubuhnya. Dengan yang mereka punya bisa membuat orang tersenyum, bahagia, merdeka. Manusia akan menjadi manusia jika senantiasa berbuat baik kepada sesamanya tanpa ada embel-embel didalamnya. Bahwa sesungguhnya merekalah yang disebut umat-umat Tuhan yang ber-Tuhan dan beragama.
================®®®================
Sampah yang terbuang
Apakah ini diriku yang sesungguhnya?
Saat bersamaan itulah aku sadar aku bukanlah mutiara namun aku menjadi sampah ketika aku tidak pernah menjadi apa-apa bagi kemanusiaan. Tidak usah untuk ukuran universal, untuk kalangan sendiri pun aku tidak pernah jadi apa-apa. Itu sebabnya kenapa saya menyebut diriku sampah. Aku menderita ketika dari kalanganku sendiri menyampaikan keluhannya kepadaku dan hanya bisa menjawab "nanti diusahakan". Aku tahu maksud keluhan itu tujuannya, masalahnya mengapa harus padaku diutarakan?. Sesekali aku harus pura-pura tidak peka terhadap perasaan mereka. Sebelum kata-kata mereka diakhiri, deritaku sudah bergejolak terlebih dulu.
Aku tahu apa kekurangan dan bagiamana sakitnya hidup kekurangan. Rasa kekurangan membuat aku berkata tidak tega dengan orang lain. Kadang juga bingung, aku memaksa orang lain untuk berkata bodoh kepadaku karena aku tidak tega walau hanya berkata kasar walau itu menuntut hakku kepada orang lain. Apalagi melihat orang yang kesusahan, ah Tuhan, cukup Engkaulah yang tahu. Itu mengapa saya tersiksa dan menderita begitu ada orang yang mendedikasikan dirinya buat membantu orang lain seketika aku menderita. Aku membayangkan begitu banyak orang yang sebenarnya mengharapkan melepaskan sesuatu dari tangan kita tetapi mereka tidak mendapatkannya. Saat itu aku tahu dan sadar bahwa ternyata aku hanyalah sampah. Aku menderita karena aku tidak berguna bagi orang lain.
Lagipula memang dalam banyak hal orang tidak membutuhkan aku apalagi melihat aku layaknya sampah. Saat orang berada pada titik terendah, tidak ada yang bisa diharapkan apalagi dipandang baik. Semuanya sia-sia. Apa yang orang harapkan dariku sedangkan aku tidak punya apa-apa saat ini. Hidupku hanya bau busuk dan pahit. Aku miskin dan ternyata juga melarat. Aku tidak malu mengatakan ini, walau kebenaran itu menyakitkan dan jujur pada kenyataan. Ampuni aku Tuhan, karena aku melihat diriku ternyata sangatlah buruk dan tidak berguna.
Permata Itu Adalah Yesus.
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Hanya saja, aku tidak mau memandang Tuhan jahat karena keadaanku saat ini. Berada dalam kerendahan bahkan serendah-rendahnyapun bahkan layak digambarkan dengan sebutan sampah. Aku pernah menulis artikel makna penderitaan, aku tidak tahu sekarang tapi suatu saat aku pasti mengerti. Tetapi, satu hal yang tidak bisa aku abaikan aku membuka diriku dengan terang-benderang supaya aku menyadarkan diriku akan segala kelemahan dan kekuranganku. Kaca mata itu kelak yang aku pakai untuk membedakan sampah dan permata. Hanya dengan menggunakan satu kacamata yang bisa melihat diriku berbeda. Dan jika kaca mata itu aku pakai, aku melihat diriku dikasihi dan di hargai. Dan kacamata itu adalah kacamatanya TUHAN.
Saat ini, aku mencoba membuka kacamata itu, dan memakai kacamata lahiriah aku, supaya apa yang bersifat fana suatu masa akan hilang dengan sendirinya aku bisa lihat.
Disaat aku memakai kedua kacamata itu sekaligus, yang aku lihat sungguh mengejutkan. Aku pun membongkarnya dimulai dari diriku. Saat lahiriahku berkata aku sampah yang tidak berguna, justru manusia rohku malah memandang sebaliknya dan memberi penilaian yang berbeda pula. Ketiadaan sesuatu didalam diriku membuatku menjadi kosong dan terasa hina dan tidak bersisa dan disaat itulah posisiku hanya sebagai sampah "hamba yang tidak berguna", lalu bathinku berkata "yang tersisa hanyalah Yesus didalam hidupku".
Ternyata apa yang hina bagi dunia belum tentu hina dihadapan Tuhan. Karena Dia mengukir kita seperti permata Yaspis.
2 Korintus 5:16
Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang juga pun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.
Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang juga pun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.
Di saat aku sendirian dan tertunduk sedih karena aku tahu aku bukanlah siapa-siapa dan tidak ada satupun yang dapat aku andalkan dari diriku yang berpeluang memperbaiki standard hidupku. Aku hanya bisa memandangi hidupku bagaimana sulitnya berada pada titik terendah bisa dibilang titik minus.
Apa yang bisa kuceritakan dari diriku? Semakin dalam aku mempelajarinya semakin besarlah rasa minder. Benar-benar rendah sekali. Apakah aku kurang giat? Entahlah...
Entah mengapa aku bisa pada keadaan ini, aku pun tak tahu. Jujur, rela tidak rela dengan semua ini. Hanya saja dalam keadaan ini janganlah kiranya hatiku mengeluarkan prasangka buruk yang dapat melukai hati Tuhan. Bagaimanapun buruknya keadaan saat ini, Bahwasanya Tuhan tidak pernah Jahat pada saya. Dibalik keadaan ini aku tertantang untuk melakukan lebih banyak lagi. Karena aku capek membandingkan diriku dengan orang lain apalagi menahan siksa derita karena tidak berguna bagi orang lain.
Dalam diriku, aku tahu aku bukanlah orang baik. Sama sekali tidak ada yang baik. Aku mengharapkan kebaikan Tuhan senantiasa menyertai aku supaya jangan lelah dalam hidup ini. Dan supaya aku tidak bertambah jahat. Perjuangan ini berat dan hampir tidak mampu melaluinya. Aku takut menghadapi hari esok, lusa dan tahun-tahun mendatang. Dan anda tidak perlu mencariku hari ini. Aku bukan siapa-siapa dan tidak ada apa-apa. Biarkan aku sesaat terdampar dalam tumpukan sampah yang membusuk biar aku mengenal diriku lebih baik lagi. Biar suatu saat anda menemukan aku bukanlah sampah sembarangan. Biarkan hanya Tuhan saja yang menemukan aku dalam tumpukan kebusukan karena hanya Dia yang tahu seperti apa aku. Sekalipun aku tidak pernah menjadi mutiara, biarlah aku ditempatkan ditempat yang dianggap layak bagiku. Atau Tuhan akan mengambilnya kembali dan membersihkan'dan menciptakan sesuatu. Semoga...
Sebelum anda menyebut saya sampah saya sudah menyadari itu sebelumnya.
Jahat sekali...
Sebab jka ada diantara kalian yang mencari saya mutiara, pastinya tidak akan menemukan itu sebagai mutiara.
Menyebut seseorang dengan sebutan sampah sama sekali menunjukkan orang itu tidak bermartabat. Ada perbedaan konotasi yang memberikan gambaran jelas terhadap sebuah keadaan yang menggambarkan arti kehinaan dan penderitaan. Kita banyak melakukan uji coba kelayakan pada diri kita, mau disematkan dengan julukan apa. Ada dua kesimpulan yang akan saya tarik sebagai benang merahnya untuk menjelaskan posisi sesuai kondisi anda saat ini. Indikasi kita hanya bisa menyadari kita siapa.
Dalam hati paling dalam saya tidak setuju sampah diistilahkan kepada manusia. Semua orang pasti tidak pernah memilih hidupnya menjadi sampah. Tetapi keadaan yang rest dan berada di titik nol bahkan minus memaksa orang itu berpeluang seperti sampah. Pasti jika kalian membuat suatu wawancara, apakah seseorang bersedia disebut dengan sampah, pasti menolak dan berkata tidak. Akupun demikian. Apa daya saat ini keadaan seperti ini.
Tetapi Ada baiknya kita mempelajari suatu keadaan dimanapun ditempatkan dan dalam keadaan yang hina sekalipun. Walaupun umumnya sangat dihindari orang. Orang akan berduyun-duyun mengangkat hidupnya ketempat terhormat supaya harum dan semerbak.
Dibalik kata "sampah" bisa saja berseberangan dengan iman. Tergantung kacamata yang kita pakai. Bagaimanapun Tuhan ciptakan kita mulia. Tetapi untuk belajar bisa dari apapun termasuk harus memandang kita seperti sampah karena kesadaran bahwa kita merasa tidak berguna karena keterbatasan kita. Tidak ada satupun yang kita bisa andalkan saat berada dalam tempat yang paling rendah, hina dan beraroma busuk. Selain hanya memandang diri kita terkubur dalam kehinaan karena kemelaratan. Aku tidak tahu rencana Tuhan padaku. Tapi pada saat ini membuatku sadar siapa aku. Dan saat itu aku mengerti sebuah rahasia. Didalam sampah itu terdapat berlian ataupun permata yang tersimpan, Tahukah permata apa disana? Inilah barang langka yang dihasilkan dari sebuah sampah: Saya tahu aku tidak berguna tapi Tuhan membuatnya bernilai ketika yang tersisa hanyalah Tuhan Yesus di dalam hidupku. Rasa bangga itu datang kembali ketika Dia yang menjadi tampil sebagai permata didalam tumpukan sampah yang terbuang. Kita dibersihkan dari kotoran sampah untuk menjadikan kita serupa dengan Dia.
Aku terlibat dalam makna "pengibaratan" yang tentu sangat menyakitkan. Dan aku, rela atau tidak rela faktanya sudah menjadi objeknya. Jika sekiranya pun sudah menjadi tolak ukur orang agar sekiranya mudah dipahami, supaya siapapun disini akan memahami, tidak ada yang tidak berdosa dan tidak ada yang sempurna'. Aku percaya Tuhan mengasihi aku dan semua yang ada disini. Tuhan kadang menempatkan kita setara dengan sampah supaya dapat menjadi cermin diri untuk melihat sebuah batu permata. Sebagai contoh bagi orang lain. Entah siapa dia. Kita dapat berkaca pada keadaan dimana kita berdiri sebagai seorang yang paling hina sekalipun untuk melihat gambaran Kristus sebagai penguasa Tunggal hidup kita dan paling berharga dari segala permata..
Saat aku melihat diriku seperti sampah, terus terang aku menangis. Kok gini amat ya Tuhan nasibku!
Aku pikir Tuhan tidak akan marah kepadaku dengan kata-kata itu. Dia pasti tahu pake banget bagaimana perasaanku saat itu. Tapi puji Tuhan disisi lain aku melihat bahwa masih ada yang tersisa dalam hidupku yaitu Tuhan Yesus Sang batu penjuru yang berharga. Aku tidak marah ketika doaku belum dijawab! Hanya sedih.... Untuk marah pun aku tidak punya alasan. Hanya yang akhirnya keluar dari mulutku adalah kalimat : Bagaimana pun keadaan ku, Tuhan itu bukan yang Tuhan jahat.
Apakah karena Tuhan tidak menjawab doa kita, kita boleh marah? Aku tidak tahu cara orang bersikap saat doa mereka tidak terjawab. Mungkin saja mereka lebih baik atau sebaliknya. Begitu juga, Aku tidak tahu tentang tanggapan orang tentang aku atau mungkin memang orang lain menganggapnya demikian atau lebih buruk. Namun aku bisa melihat dan merasakan respon yang di klaim orang kepadaku. Hal pertama-tama yang harus kumiliki yaitu aku harus mengenal diriku lebih baik lagi sebelum orang lain mengenalku. Aku harus menilai diriku terlebih dalam sebelum orang lain menilai. Dan mungkin salah satu menjadi penyebab rasa minder ku. Dan yang aku kenal diriku bukanlah orang yang penting bagi orang lain apalagi disejajarkan dengan orang-orang yang berpengaruh.
Saat ini, yang aku perjuangkan adalah apa yang kukerjakan. Terlepas aku beranjak dari sampah untuk menjadi bejananya TUHAN demi mencapai yang tersisa itu, yaitu Yesus Kristus yang aku banggakan dan biarlah tetap aku banggakan.
Mazmur 139:17
Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Tuhan! Betapa besar jumlahnya!
Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Tuhan! Betapa besar jumlahnya!
Post a Comment for "Panggil Saja Sampah Karena Aku Bukan Mutiara Ataupun Permata"